Jakarta, Sekilas Kata - Fenomena hoaks di Indonesia kini tidak hanya menjadi isu sosial biasa, melainkan ancaman serius terhadap ketahanan nasional. Perkembangan teknologi informasi yang masif, dengan lebih dari 170 juta pengguna internet dan tingginya penetrasi media sosial, telah menjadikan dunia maya sebagai tempat bagi penyebaran berita palsu. Data menunjukkan bahwa penyebaran hoaks semakin meningkat, terutama selama periode-periode kritis seperti Pemilu dan Pandemi.
Laporan dari berbagai lembaga mengkonfirmasikan betapa daruratnya situasi saat ini. Antara tahun 2018 hingga 2023, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) yang sekarang berubah nama menjadi Komdigi mencatat ada sekitar lebih dari 1.200 kasus hoaks terverifikasi. Dalam konteks politik, terutama menjelang Pemilu 2019, terjadi lonjakan disinformasi hingga 35%. Hoaks politik secara sistematis digunakan untuk menciptakan polarisasi dan merusak integritas pemilu.
Hoaks yang menyebar luas tidak hanya berhenti pada level informasi yang menyesatkan, tetapi juga membawa dampak serius bagi kehidupan sosial dan ekonomi. Dampaknya menjalar dari gangguan pada stabilitas pasar keuangan, timbulnya keresahan sosial, hingga kepanikan publik yang meluas. Lebih jauh, hoaks juga perlahan menggerogoti kepercayaan masyarakat terhadap institusi pemerintah, melemahkan keterikatan sosial yang selama ini menjadi perekat kehidupan berbangsa.
Ancaman Kecerdasan Buatan dan Eksploitasi Emosi
Meskipun saat ini hasil video buatan AI masih terlihat kasar dan relatif mudah dikenali oleh generasi muda yang akrab dengan dunia digital, kekhawatiran utama justru terletak pada cara hoaks dikemas. Pola penyebarannya kini lebih halus, dengan memanfaatkan sisi emosional penerima informasi. Ketika masyarakat tengah dilanda kekesalan atau kecemasan, misalnya terkait isu kenaikan harga bahan bakar atau politik nasional informasi yang menyentuh emosi tersebut lebih mudah dipercaya dan disebarkan tanpa verifikasi.
“Sebenarnya permainan ke emosi audiens ini yang perlu mendapat perhatian,” ujar Alfons saat di wawancara pada Kamis (02/10).
Alfons menyoroti kebiasaan sebagian besar pengguna internet di Indonesia yang cenderung menelan mentah-mentah narasi yang beredar, tanpa membaca konteks secara menyeluruh. Selama algoritma media sosial masih memprioritaskan konten yang mampu menarik perhatian dan ironisnya, berita palsu yang sensasional terbukti menyebar enam kali lebih cepat dibandingkan berita yang benar, maka laju penyebaran hoaks di masa depan diprediksi akan semakin masif dan sulit dikendalikan.
Peranan Kritis Literasi dan Regulasi
Di masa depan, hoaks diperkirakan akan tetap menjadi ancaman non-tradisional yang mampu mengguncang stabilitas sosial dan politik. Ancaman ini tidak hanya datang dari pesan-pesan yang menyesatkan, tetapi juga dari efek jangka panjangnya yang perlahan mengikis kepercayaan publik terhadap institusi dan kebenaran itu sendiri. Karena itu, peningkatan literasi digital menjadi fokus utama yang tak bisa ditunda.
Menurut Alfons Yoshio Hartanto, Editor Cek Fakta Tirto.id, literasi digital bukan sekadar kemampuan teknis untuk menggunakan perangkat atau menjelajahi dunia maya, melainkan kesadaran untuk bersikap skeptis terhadap setiap informasi yang beredar. Ia menekankan, masyarakat perlu membiasakan diri untuk skeptis sebelum mempercayai dan menyebarkan informasi, bahkan jika sumbernya tampak kredibel.
"Tapi disisi lain, generasi muda yang terbiasa dengan beragam tools-tools di internet untuk memeriksa fakta reverse image search misalnya. Intinya sih yang penting ditanamkan rasa skeptis saat menerima informasi, sekalipun itu media kredibel, terus pertanyakan, 'ah, masa sih?," jelasnya.
Selain kesadaran individu, pemerintah juga memegang peran strategis dalam membangun ekosistem informasi yang sehat. Diperlukan langkah-langkah konkret dan tegas untuk membatasi ruang gerak hoaks di dunia digital. Salah satunya melalui penguatan regulasi media sosial dan peningkatan pengawasan yang adaptif terhadap koneksi lokal. Kolaborasi dengan platform digital untuk menerapkan algoritma deteksi hoaks yang sesuai dengan karakter masyarakat Indonesia menjadi langkah yang realistis untuk dilakukan.
Di sisi lain, program pelatihan literasi digital berskala nasional juga perlu diperluas dan dibuat lebih inklusif. Program ini sebaiknya tidak hanya menekankan kemampuan teknis, tetapi juga melatih publik untuk melakukan verifikasi fakta, mengenali bias informasi, serta mengembangkan kemampuan berpikir kritis.
Tak kalah penting, pembentukan unit pemantauan disinformasi yang bekerja secara real-time juga menjadi kebutuhan mendesak. Unit ini berfungsi memantau, mengidentifikasi, dan merespons hoaks terutama pada masa-masa krisis, seperti pemilu, bencana alam, atau isu sosial yang berpotensi memicu kepanikan publik.
Pada akhirnya, literasi digital harus tumbuh menjadi budaya kolektif pada suatu kebiasaan sosial yang membuat masyarakat terbiasa memeriksa, menimbang, dan berpikir sebelum membagikan informasi. Tanpa sinergi yang kuat antara pemerintah, platform digital, dan kesadaran kritis masyarakat, Indonesia berisiko terus terombang-ambing dalam pusaran disinformasi yang semakin kompleks dan sulit dikendalikan di masa mendatang.
Sumber:
Hasil wawancara oleh Editor Periksa Fakta Tirto.id: Alfons Yoshio Hartanto, Kamis, (02/10/2025).
Komdigi. Komdigi Identifikasi 1.923 Konten Hoaks Sepanjang Tahun 2024. (2024). Diakses dari: https://www.komdigi.go.id/berita/siaran-pers/detail/komdigi-identifikasi-1923-konten-hoaks-sepanjang-tahun-2024
Jurnal UISU. Analisis Penyebaran Berita Hoax di Indonesia. Universitas Islam Sumatera Utara. Diakses dari: https://jurnal.uisu.ac.id/index.php/infotekjar/article/downloadSuppFile/967/85
TI: Jurnal Ilmu Komunikasi dan Penyiaran Islam. Perilaku Masyarakat terhadap Penyebaran Hoax selama Pandemi. IAIN Curup. Diakses dari: https://journal.iaincurup.ac.id/index.php/TI/article/download/3432/pdf_1/22900
Saputri, Sinta Mulya. Prediksi Berita Hoax Politik Berdasarkan Judul Berita dengan Metode Analisis. Repository Nusa Putra. Diakses dari: https://repository.nusaputra.ac.id/948/1/SINTA%20MULYA%20SAPUTRI.pdf
Posting Komentar