Membaca Kemanusiaan Lewat Kisah Akaza di Film Demon Slayer Infinity Castle


(Papan Iklan Film Demon Slayer Infinity Castle di Stasiun Sudirman/Foto/Zahwa Luthfiyyahtul Aulia)


        Film terbaru dari anime Demon Slayer kembali menyuguhkan kisah yang penuh pertarungan epik sekaligus emosi yang mendalam di film terbaru mereka yang bertajuk Demon Slayer: Infinity Castle. Dari sekian banyak karakter menonjol dalam alur ceritanya, salah satu tokoh yang paling berkesan bagi penonton setia Demon Slayer justru bukan karakter utama dari film tersebut, melainkan Akaza karakter iblis tingkat atas tiga. Kehadirannya bukan hanya memantik konflik fisik, tetapi juga membuka ruang perenungan tentang sisi manusiawi dibalik sosoknya yang selama ini dianggap monster.



    Film ini berhasil mendekatkan penonton pada para karakternya. Adegan-adegan pertarungan memang memukau, tetapi yang terpenting adalah bagaimana film ini seolah mengajak penonton memahami perasaan dan latar belakang dari setiap tokoh dalam cerita. Penonton diajak menyelami alasan mereka bertindak, pergulatan batin yang mereka alami, serta nilai-nilai yang membentuk mereka menjadi pribadi seperti sekarang.


(Akaza dan Kiyoko di Manga Demon Slayer chapter 156/Foto/Amino)

    Bagian yang memicu emosional mendalam adalah kisah masa lalu dari karakter Akaza. Dikisahkan sebelum menjadi seorang iblis, Akaza hanyalah seorang anak bernama Hakuji yang dipaksa oleh dirinya sendiri untuk mencuri demi membeli obat untuk ayahnya yang sedang sakit parah. Namun, alih-alih mendapatkan rasa terima kasih dari sang ayah, justru yang didapatkan adalah kepergian dari sang ayah dengan melakukan bunuh diri karena tidak ingin hidup dari uang haram.



    Kejadian itu membuat karakter Hakuji ini jatuh terpuruk dalam kegelapan. Ia melakukan pencurian secara berulang-ulang setelah kepergian sang ayah hanya untuk biaya hidupnya sebatang kara. Namun, sebuah cercah harapan datang saat Hakuji diangkat sebagai murid dojo oleh seorang guru dojo bersama putrinya, Koyuki. 



    Kehidupan Hakuji sempat membaik, ia menemukan arti makna kehidupan di hidupnya yang baru, bahkan ia seperti sudah menemukan harapan masa depan seperti keinginan ayahnya untuk kehidupannya. Namun, tidak berjalan sesuai harapan, takdir kembali merenggut segalanya ketika Koyuki dan sang guru diracun oleh perguruan samurai yang bersaing dengan perguruan dojo milik keluarga Koyuki.



    Hal ini membuat Hakuji kehilangan arah. Ditengah keterpurukannya, sosok karakter Muzan seorang iblis abadi itu datang mengubahnya menjadi iblis. Tragisnya karakter Akaza ini, ia bahkan tidak diberi pilihan dalam ceritanya. Ingatan akan kehidupannya sebagai manusia dihapus dan sejak saat itu ia terlahir sebagai iblis bernama Akaza yang haus akan darah. 



    Puncak emosional film ini adalah saat karakter Akaza akhirnya kembali mengingat masa lalunya saat masih menjadi manusia. Kesadarannya membuat ia memilih untuk mengakhiri dirinya sendiri, seolah ingin menebus dosa yang dipaksakan kepadanya. Adegan ini bukan hanya menyedihkan, tetapi juga memberikan lonjakan emosi simpati yang dalam terhadap tokoh antagonis ini.



    Film Demon Slayer: Infinity Castle ini jelas sukses membangkitkan emosi penontonnya. Tidak sedikit yang meneteskan air mata ketika menyaksikan kisah Akaza maupun perjuangan para pembasmi iblis. Jika dibandingkan dengan versi film maupun serial, anime ini sama-sama kuat dalam menyentuh perasaan penonton. Perbedaannya, versi film memberi ruang lebih besar untuk memperdalam sisi emosional para karakter.



    Nilai moral yang bisa dipetik dari film ini tidak sedikit. Refleksi dari perjalanan karakter Akaza yang memberi pesan bahwa kondisi sulit bukan semata hasil pilihan individu melainkan juga akibat sistem yang tidak berpihak pada mereka yang miskin dan tertindas. Dialog Hakuji yang paling membekas di benak saya adalah: “Apakah orang miskin tidak boleh hidup?”. Kalimat ini sederhana dan relevan dengan kenyataan sosial saat ini, disaat kaum miskin sering kesulitan bertahan hidup, bahkan untuk kebutuhan dasar sekalipun.



    Pada akhirnya, film ini bukan hanya hiburan semata. Ia menjadi cermin yang memantulkan realitas kehidupan di dunia. Mulai dari perjuangan, pengorbanan, ketidakadilan, hingga harapan yang rapuh. Anime Demon Slayer: Infinity Castle ini mengajarkan bahwa di balik sosok yang kita anggap jahat sekalipun, ada sisi manusiawi yang layak dimengerti. Kisah karakter Akaza atau Hakuji dalam film Demon Slayer: Infinity Castle ini seperti sebuah pengingat bahwa tidak ada yang lahir sebagai orang yang buruk, melainkan keadaanlah yang membentuknya menjadi pribadi yang sekarang.




أحدث أقدم